Source Code

WEB, DESKTOP, MOBILE, Mata Kuliah, Ebook, Artikel, Jurnal Teknologi Informasi, Inspirasi , Motivasi, Literasi, Seputar Islam dan Cerita Lucu

Gambar Koala

Monday 5 July 2021

Lepaskan Aku, maka Aku akan Melepaskanmu

 

novel,lily,cerpen,cerbung,duka,nisan,setia


Dalam setiap ada kesempatan, kamu selalu antusias mengajak bicara, mengenalkan tentang dunia yang digelutimu. Layaknya seorang dosen yang akan mengajar, kamu membuat jadwal sendiri tentang hal apa yang akan dikenalkan nanti, sungguh lucu.

 

“Suatu kebanggaan jika ada yang mengikuti jejakku.” Alasanmu.

 

Aku ingat, pertama kali kamu memperkenalkan tentang Pascal, bahasa yang telah membuatmu jatuh cinta dan terperosok lebih dalam lagi pada dunia pemograman. Aku tidak tertarik pada obrolanmu, otakku terlalu sulit mencerna. Aku lebih tertarik dengan binar mata dan senyuman di bibirmu sepanjang kamu berbicara, wajah penuh kelembutan, dengan rambut hitam legam sedikit bergelombang yang tak pernah bosan aku mainkan. Aku selalu terpesona karenamu.

 

Kamu yang katanya sudah jatuh hati sejak aku memakai seragam putih biru, semenjak itu kamu berjanji akan menjadikanku sebagai tempat untuk pulang.

 

“Kamu adalah tempat aku pulang, rumahku, tempat tinggalku yang teduh dan damai.”

 

“Yakin aku akan menjadi wanitamu?”

 

“Karena aku sudah meminta pada Tuhan pemilik Arasy.”

 

“Bagaimana jika Tuhan tidak mengabulkan?”

 

“Aku percaya takdir itu selalu baik, apapaun yang terjadi kita harus berbaik sangka, bukankah prasangka Allah seperti apa yang hambanya sangkakan?”

 

Suatu hari ketika aku sedang di belakang mengurusi kebun kecil bunga kita, kau datang dengan berteriak memanggilku, aku tergopoh menyambutmu.

 

“Ah, sayang, syukurlah kamu tidak apa-apa.” Kamu mendekap erat dengan terus mencium seluruh wajahku.

 

“Ada apa?”

 

“Tadi dapat berita dari grup katanya ada perampokan siang bolong, aku khawatir.”

 

“Jangan takut aku bukan anak sekolahan lagi.”

 

Bagaimana bisa aku tidak menjatuhkan hatiku padamu, kamu memperlakukannku laksana kristal kaca yang takut pecah. Kamu adalah cinta pertamaku, pun aku adalah cinta pertamamu, sangat indah bukan.

 

Kini kamu seperti bintang di langit  nun jauh sana, aku tak kan pernah bisa menggapimu meskipun menaiki seribu tangga.

 

Aku yang masih sama dengan rasa yang masih bertahta, tak sediki pun rasaku bergeser walau sesenti, aku selalu ada dekatmu walau kau sendiri tak menyadari kehadiranku, bukankah kamu sendiri yang meminta agar aku jangan pernah meninggalkanmu walau sedetik pun, aku memenuhi janjiku, bukan?

 

Mengapa kau hadirkan wanita lain di antara kita, bukankah kau sudah berjanji akulah wanita satu-satunya yang ada dalam hidupmu. Mengapa wanita itu sering bertandang ke rumah impian kita, rumah yang aku sendiri merancangnya, rumah minimalis dengan cat warna dominan putih tanda suci cinta kita. Kamu duduk bersamanya layaknya sebuah keluarga kecil bahagia, di belakang kebun bunga kecil yang aku tanami sendiri, duduk bersama di bangku panjang warna putih, dengan memandang warna langit  jingga sore hari, persis seperti kamu dan aku lakukan dulu. Apakah wanita itu mendapatkan cerita yang sama denganku? Mengapa kau bisa cepat beralih sementara aku masih di sini terpenjara.

 

Satu hari aku melihatmu, memohon pada wanita itu untuk tinggal, aku melihat bayanganku dulu ketika aku marah dan kau merayuku sedemikin rupa hingga akhirnya hati ku pun luluh, lalu besoknya aku mendapatkan sekuntum bunga tulip putih, simbol dari ketulusan, kemurnian, harapan dan pengampunan, ah, sungguh manis perlakuanmu, apakah wanita itu juga akan mendapatkan bunga tulip putih juga?

 

Hari ini kamu dan wanita itu datang ke tempatku, kamu menggenggam bunga lily putih, menggambarkan kemurnian cinta sejati, tanda kesetiaan, sedangkan wanita itu memegang bunga mawar kuning sebagai tanda persahabatan.

 

“Teteh, aku membawakanmu bunga mawar kuning, Teteh sudah pasti tahu artinya, iya, kan?”

 

Tentu saja aku tahu, aku memiliki toko bunga, mengapa kau memintaku sebagai sahabat, sedangkan jelas nyata kamu duduk berdampingan dengan lelakiku, mana bisa aku menerimamu.

 

“Teteh, aku tidak akan pernah bisa menggantikan peranmu, posisimu terlalu kuat untuk aku ambil alih. Aku hanya akan meneruskan peranmu untuk Pascal bukan untuk menggantikan. Ijinkan aku merawatnya, sudah terlalu lama anak manis itu sendirian, karena papa terlalu larut dalam duka.”

 

Wanita itu meletakkan bunga tepat di atas, dengan mengucapkan kalimat syahdu dengan mata tertutup, suasana menjadi sangat tenang dan damai, terlihat jelas aura berserah, mungkin aku terlalu buruk sangka padanya. Kamu pun menunduk menghayati setiap kalimatnya, mengamini setiap kata yang diucapkannya. Lalu diakhiri kata ‘aamiinn’ terlihat wajah sendumu yang selama ini terlukis, air di pelupuk matamu pun akhirnya jatuh, ingin aku merengkuhmu, menghapus jejak air mata mu, tapi aku tak bisa, kita tidak lagi sama.

 

“Aku tinggalkan kalian berdua,” ujar wanita itu.

 

Kini kita berdua, seperti dulu, betapa aku merindukan saat seperti ini, melihatmu dalam jarak dekat, lelaki yang telah membuat irama hidupku lebih berbunga.

 

“Sayang, aku datang dengan bunga kesukaanmu, bunga kesukaanku juga.”

 

Iya, bunga itu menjadi bunga pertama yang kamu berikan padaku, bunga yang kamu pakai ketika melamarku, aku pasti selalu mengingatnya.

 

“Honey, kata orang-orang terlalu lama aku mementingan perasaanku, lima tahun aku bertahan sendiri tanpa berpikir bahwa ada Pascal, anak kita butuh perhatian lebih, ijinkan Pascal mendapatkan sentuhan belai kasih seorang ibu.”

 

Aku mengerti, Sayang, Pascal buah cinta kita, nama yang sama yang membuatmu pertama kali jatuh cinta, setelah tiga tahun lamanya menanti kehadirannya, tanggal lahirnya tertulis sama dengan tanggal pada nisanku, aku mencintai kalian, tentu saja Pascal membutuhkan kasih sayang seorang ibu yang tidak bisa aku berikan,

 

“Sweety, kamu cinta pertamaku, selamanya tak akan ada yang menggantikan, karena jiwaku pun ikut terkubur bersamamu, kamu akan selalu menjadi rumahku selamanya.”

 

Aku tahu sayang, cintamu padaku terlalu dalam, tidak salah kiranya aku menjadikanmu lelaki terbaikku, tapi kau begitu cengeng, jangan menangis terus, sayang.

 

“Istriku, aku dulu pernah berkata bahwa takdir itu selalu baik, semenjak kau pergi aku lupa kata-kata itu, aku merutuki takdir yang membuat jarak diantara kita terbentang jauh, menyalahkan kehadirannya. Hingga aku tersadar melihat bening bola mata anak kita, aku seperti melihatmu, dia memanggilku ‘papa’, aku tahu kau sebenarnya tak pernah meninggalkanku, maafkan aku yang terlalu egois, memintamu untuk tetap bersamaku, aku terlalu lama memasungmu.”

 

“Sudah saatnya aku melepasmu ikhlas, akan ku ceritakan padanya bahwa ada seorang wanita penyuka bunga yang dari umur belasan tahun sudah menarik hati, membuat papanya terbenam dalam cinta yang dalam hingga waktu yang tak terhingga, seorang ibu hebat yang rela melepas nyawanya demi hadirnya cinta baru.”

 

Oh, suamiku sayang aku melepasmu juga, sudah cukup lama kamu berkubang dalam duka, jika kamu mencintaiku kirimkan aku untaian doa di setiap sujudmu, aku menunggu kalian berdua.



Oleh Neng Sri

No comments:

Post a Comment