Source Code

WEB, DESKTOP, MOBILE, Mata Kuliah, Ebook, Artikel, Jurnal Teknologi Informasi, Inspirasi , Motivasi, Literasi, Seputar Islam dan Cerita Lucu

Gambar Koala

Tuesday 6 July 2021

Gara-Gara Status

 

status,rampok,cerpen,perkosa,selingkuh,pamer

[Terima kasih sayang sudah beliin aku ini, love u lah pokoknya]

 

Statusnya hari ini, foto kalung emas menghiasi kalimatnya. Fuih … lagi dia memperlihatkan koleksi emasnya, eh bukan memperlihatkan tapi memamerkan. Duh … kok aku gerah, ya? Eh bukan gerah karena dia pemer emas tapi gerah karena sudah puluhan kali aku nasehatin tetep aja dia nggak gubris.

 

[Mimin, kebiasaan deh kamu, pamer-pamer. Apa nggak takut dirampok?] Chatku pada Mimin.

 

[Yey … biarin atuh Ninis, emas punyaku, suamiku yang ngasih, bukan suami kamu] Balasnya.

 

[Kamu mungkin nggak tahu, di luar sana banyak perempuan pengen suami seperti kang Atep-mu dan siapa tahu ada yang ingin menginginkan suamimu dengan mendapatkan segala cara]

 

[Ya elah … kang Atep itu cinta mati sama Mimin, Nis. Tahu sendiri, kan dia ngejar-ngejar aku. Kalau ada yang ingin merebut kang Atep langkahi dulu mayatku] sesumbar Mimin membuatku mengelus dada.

 

[Ya udah, aku dah kasih tahu ya, kalau ada apa-apa jangan minta bantuanku]

 

Aku pun melanjutkan aktifitas harian dengan hati ngedumel.

 

[Iri? bilang bos]

 

Statusnya beberapa saat kemudian, memang menyebalkan ini orang.

 

‘Dasar kepala batu, otak udang,’ sungutku dalam hati. Mau blokir nomornya aku nggak sampai hati. Dia itu bukan orang kaya baru mengenal HP canggih ataupun baru masuk dunia sosmed, dari jaman sekolah putih abu sampai sekarang umur udah kepala tiga masa mau dibilang baru kenal dunia maya. Pamer uang merah gambar pahlawan proklamasi dijejerin kaya kipas jepret share entah itu di Wa ataupun di FB. Pamer kemesraan bareng suaminya juga nggak kalah tinggi ratingnya dengan pamer kekayaan, entah itu pose mesra bareng ataupun SS chat mesra dengan suaminya.

 

Meskipun chatnya jutek dan ngeselin, mulutku sampai berbusa karena nasehatin, tapi aku nggak kapok untuk mengingatkan begitu pun dia meskipun aku sering ngomel-ngomel, marah-marah, dia tetap curhatnya ke aku, kalau butuh sesuatu pasti ngetuk pintu rumahku, begitulah kami adanya, ‘persahabatan bagai kepongpong’ kalau kata judul lagu.

 

Mimin dan aku brojol pada waktu yang sama, main bareng sejak kami bisa lihat dunia sampai sekarang, sekolah apalagi dari TK sampai SMA temen sebangku. Nggak bosen? Kadang sih ngerasa jenuh namanya juga hubungan, tapi sampai sekarang kami bisa mengatasi kebosanan. Jadi seabsrud apapun persahabatan kami nyatanya masih terjalin hingga kita punya suami dan anak-anak.

 

Dulu orang tua kami rumahnya sebelahan, lucunya sekarang kami pun rumahnya bersebrangan. Awalnya beda kampung, tapi Mimin nyusul pindah deket rumahku, katanya di kampung sebelah nggak ada orang yang bisa direcokin, alasan! Dia itu orangnya gampang akrab, supel, humoris hanya saja terkadang implusif dalam bertindak nggak dipikir jauh apa dampak tindakannya, yang paling betah sahabatan dengannya tuh dia nggak pelit, hehehe.

 

Malam Minggu hari ini keluarga suami ada acara, adik Kang Adang –ayah dari anak-anakku- yang bungsu berhasil naik jabatan di tempat kerjanya. Kami diajak merayakan kesuksesannya dengan mentraktik makan sekeluarga sebagai wujud syukur. Disinilah kami di rumah makan Saung Abah dengan konsep tradisional, terdapat beberapa saung yang beratapkan jerami padi dan daun kelapa kering dengan tempat duduk lesehan, kita memilih saung yang cukup besar karena rombongan lumayan banyak, sebrang saung tempat kami ngumpul kurang lebih berjarak enam meter ada beberapa saung mungil cocok untuk keluarga kecil.

 

“Umi, Umi, lihat itu papahnya Yura!” seru Nafis, anakku yang berusia enam tahun ketika sedang menikmati makan.

 

“Mana?” tanyaku, celingak celinguk.

 

“Itu yang lagi jalan sama perempuan baju pendek,” terangnya.

 

Deg.

 

Baju pendek? Mimin kan pake jilbab. Seketika aktifitas menyuap aku hentikan, mencari sosok yang dikatakan Nafis. Kakiku langsung lemas, dada bergumuruh melihat pemandangan dari jauh kulihatk kang Atep –suami Mimin- menggandeng mesra perempuan seksi, eh … tapi tunggu, bukankah itu Pipih teman sekelas SMA kami? Kurang ajar harus dikasih pelajaran ini manusia. Baru saja aku mau beranjak tapi tanganku dicekal oleh Kang Adang.

 

“Jangan gegabah, Umi.”

 

“Tapi Abi itu suami Mimin sahabat Umi. Umi nggak bisa diam Abi.”

 

“Kita lihat dulu, Umi, siapa tahu tidak seperti yang kita pikirkan.”

 

“Mata Abi rabun, ya!? Udah jelas itu gandengan tangan, mana itu si Pipih kepalanya gelendotan ke bahu kang Atep, menjijikkan!”

 

“Iya istriku sayang, jangan sekarang, kita lihat dulu sejauh mana Kang Atep khilaf, sambil mengawasi kita nikmati makan malam, oke? Kita cari nanti jalan keluarnya.”

 

Huft, kalau saja bukan suami yang ngomong sudah kulabrak itu manusia tidak bermoral. Pipih kan jelas-jelas tahu kalau kang Atep suami Mimin, waktu renunian tahun kemarin kan kenalan. Tenggorokannku jadi seret, duh … jangan-jangan, ah … pikiranku mengasumsikan kemana-mana.

 

Aku buka aplikasi berwarna hijau langsung lihat statusnya Mimin.

 

[Duh malam minggu sendirian aja nih, paksu ma anak pergi ke rumah omanya]

 

[Min, kamu sendirian? Jangan informasikan keadaan rumah dong, Min. Nanti maling datang, baru nyaho, lho]

 

[Buat seru-seruan aja, Ninis. Ih, bawel kamu]

 

Duh ini manusia dableg, ya. Lalu tak lama kemudian foto selfi sedang di kamar dia share lagi.

 

[Mimin nanti ada yang ngincar kamu, gimana?]

 

[Bagus dong, Nis. Itu artinya meskipun sudah beranak aku masih terlihat cantik dan menarik] disertai emotikon menjulur lidah.

 

[Lagian seru liat komentar-komentar, menghalau sepi Nis. Udah, ih, sana nikmati malam mingguanya]

 

[Nanti kalau kang Atep-mu di gondol pelakor baru deh kamu nangis kejer]

 

[Nggak mungkin kang Atep-ku tercinta seperti itu, lha bininya aja masih terlihat seksi]

 

Aku balas chatnya dengan emotikon marah berjejer. Makan malam kali ini tidak bisa aku nikmati seutuhnya, pikiranku terkuras sahabatku, kasihan sekali dia.

 

Kami pulang ke rumah mertua, jadwalnya malam ini memang di rumah beliau untuk menginap. Sebelum beranjak tidur kami membahas rumah tangga sahabatku, mengapa sampai Kang Atep selingkuh dan mencari cara bagaiman menyadarkan suami yang lagi salah jalan. Sampai jam satu malam mataku tidak mau terpejam, resah gelisah ingin cepat-cepat hari esok tiba. Tiba-tiba gawai di nakas berbunyi, terlihat nama Mimin, cepat aku angkat, firasatku pasti ada apa-apa yang sedang terjadi.

 

“Hallo,  Min, ada apa?” tanyaku, tapi aku hanya mendengar tangisan Mimin dan suara gaduh beserta beberapa suara orang asing. Aku langsung membangunkan suami.

 

“Abi, Abi bangun! Mimin nangis sesegukan dan ada suara ramai. Bi cepat kita harus pulang!” ajakku.

 

“Ni-Nis … a–aku mau diperkosa.” Dengan lirih terbata-bata beradu dengan tangisan, aku terpaku, membayangkan nasib yang menghampiri sahabatku. Hatiku teremas pilu, menyayat kalbu.

 

“Abi coba telepon pa Rt atau siapa saja yang dekat dengan rumah kita!” Lemas aku meminta.

 

Dengan mimik muka yang masih binging, suamiku pun menuruti permintaanku mungkin melihat istrinya yang tiba-tiba lemas. Akhirnya panggilan suamiku ada yang menjawab, alhamdulillah. Aku coba telepon lagi Mimin, tapi tak juga diangkat. Aku paham mungkin saat ini dia syok berat, mudah-mudahan di sana ada orang yang menenangkan Mimin, aku menghapus air mata yang tanpa kusadari membasahi pipi.

 

“Pelakunya kang Ujang dan kang Yudi, Umi.”

 

Kang Ujang pemuda pengangguran masih satu Rt dan kang Yudi penduduk Rw sebelah. Menurut penjelasan pak Rt hal mengerikannya tidak sampai terjadi, Mimin bisa berontak dan teriak minta tolong, kebetulan malam minggu pak Rt dan empat warga lain sedang kebagian tugas jaga keamanan warga. Kang Ujang memang sudah lama mengincar Mimin, katanya dia tergiur wajah cantik dan body langsing Mimin, entah bagaimana ceritanya sampai tahu status-status yang dibuat Mimin. Setali dengan kang Ujang, kang Yudi pun sudah lama mengincar perhiasan Mimin. Mereka berdua bersekongkol.

 

Malam itu juga aku  minta diantar pulang, akan ku peluk erat sahabatku.



Oleh Neng Sri

No comments:

Post a Comment