Source Code

WEB, DESKTOP, MOBILE, Mata Kuliah, Ebook, Artikel, Jurnal Teknologi Informasi, Inspirasi , Motivasi, Literasi, Seputar Islam dan Cerita Lucu

Gambar Koala

Friday 9 July 2021

Akhir Pencarian #Part 1

 

kabut,halimun,embun,pagi,sugai,mahakam,ulu,kaltim,cerpen,cerbung,novel

Waktu menunjukan pukul tujuh lewat. Aku membuka jendela, hawa dingin langsung terasa, membuat tubuh menggigil. Dari semalam rintik hujan terdengar sekarang pun gerimis masih terlihat. Di depan sana halimun menghiasi pagi. Sebuah pemandangan indah.

 

Aku melangkah ke belakang, rasanya pagi yang syahdu sayang kalau dilewatkan tanpa ditemani sesuatu. Segera aku meracik minuman cokelat panas -your favorite, sengaja memilih minuman ini.

 

Aku duduk di teras depan, pada sebuah kursi klasik yang berjumlah dua, di antaranya ada meja bundar berhiaskan kaktus kecil dengan pot putih.

 

"Aku suka pohon kaktus. Tahu kenapa?"

 

"Tidak perlu repot mengurusnya."

 

"Nggak nyangka tanaman yang biasa tumbuh di gurun sekarang jadi tanaman hias buat di rumah."

 

"Ternyata waktu terus bergulir, zaman juga ikutan berubah."

 

"Kira-kira, menurut kamu, besok-besok tren apalagi soal tanaman?"

 

Aku terus menatapmu, senyum tak pernah lepas dari wajahku. Mendengar celotehanmu sudah cukup membuat hidupku lebih berwarna.

 

"Aku nggak tahu, Nay." Aku gelagapan, ketika diajukan pertanyaan, terlalu asik memindai dirimu.

 

"Ck ... nggak seru!"

 

Kamu mencebik, wajah merenggutmu malah membuatku gemas.

 

"Aw ... sakit!" ucapmu sambil mengusap pipi yang kemerahan karena cubitanku.

 

Aku mengusap wajah kasar. Mengingat obrolan kita waktu membeli tanaman kaktus kecil, awal dari kau menggilai tanaman kecil itu. Dominan tanaman dipenuhi kaktus mulai dari yang murah sampai yang mahal. Aku menoleh ke samping, pada kursi rotan yang tergantung pada plafon. Biasanya kau yang duduk di situ, menghabiskan sisa waktu yang sedikit lagi berakhir.

 

“Aku yang pilih kursinya, ya!?”

 

“Heem.”

 

“Cuma ‘hm?’ sumbang saran, dong!”

 

“Pilihanmu, pilihanku juga. Kau yang nanti jadi ratunya. Aku nggak mau ribet urusan perabot rumah.”

 

“Aku pilih yang ini. Multi fungsi, bisa sekalian jadi ayunan, tinggal beli bantal jadi nyaman. Duh, nggak sabar pengen nyoba nanti.”

 

Kamu sangat ekspresif, Nay. Binar matamu, gestur tubuh, tawamu, membuatku geleng kepala. Kamu selalu seperti bocah yang baru dapat kejutan. Tak bisa dipungkiri hal ini lah yang membuatku jatuh hati tiada henti. Gadis berwajah ceria.

 

Aku menyeruput minuman kesukaanmu, sambil memejamkan mata membayangkan dirimu yang sedang menikmati secangkir cokelat panas. Kau mencium aroma coklat, mata indahmu tertutup, menghirupnya dalam, begitu menghayati, perlahan kau meminumnya sedikit, lalu terbukalah binar mata beriringan dengan lengkungan bibir merah mudamu. Cantik. Sempurna di mataku. Aku hapal detail cara kau menikmati secangkir cokelat panas. Aku merindukanmu, Nay. Sangat.

 

Ck … kenapa pagi yang indah harus kurasakan sesak?

 

Dua purnama sudah terlewati, namun, hingga kini keberadaanmu masih tersembunyi, gelap sepekat malam. Tak terhitung berapa kali aku bertandang ke kantor tempatmu bekerja. Namun, yang kudapat jawaban yang selalu sama, sampai mereka jemu menjawab pertanyaan-pertanyaanku, tapi aku tak peduli dengan tatapan kesal mereka. Aku hanya ingin kau kembali. Kemanakah dirimu, Nay?

 

“Tidak bisakah tugas ini diberikan sama orang lain, Nay?”

 

“Nggak bisa, aku sendiri yang mengajukan ini.”

 

Pekerjaanmu, hobimu, your passion di situ, dan aku tak bisa melarangmu. Aku bukan tak menyukai pekerjaanmu, Nay, melainkan risau ketika kau berada di luar lapangan, terlebih medan yang kau tempuh kali itu.

 

“Tenang saja, ada Putra yang jagain aku.”

 

“Jangan khawatir, Bro, tunanganmu aman samaku.”

 

“Ingat, enam bulan lagi!”

 

Aku menatap sendu kepergianmu. Tubuh mungilmu tenggelam dalam ransel besar yang tersampir di punggung, tapi itu tak mengubah gerak lincahmu berjalan, mungkin kau sudah terbiasa dengan barang seperti itu, sungguh itu membuatku khawatir. Sesaat sebelum masuk, kau berbalik memandang kearahku, meskipun dari jarak yang tidak dekat aku dapat melihat ada kabut dalam matamu, lalu memberikan senyuman yang tak biasa, beratkah kau meninggalkanku, Nay? Kau melambaikan tangan dan memberikan ciuman jarak jauh. Aku tersenyum melihat polah tingkahmu. Namun, senyumku memudar seiring tubuhmu hilang dari pandangan, terbersit rasa takut akan kehilanganmu.

 

Ditemani Galang dan Lutfan, mengajukan cuti kerja, berharap pencarian kali ini akan menemukan titik terang. Bertiga kami mengumpulkan informasi untuk melakukan pencarian. Meskipun jarak yang harus dilalui tidaklah mudah untukku yang terbiasa bekerja dibalik meja komputer, tapi tidak bagi Galang dan Lutfi, dua sahabat yang berprofesi sebagi polisi dan jurnalis, mereka terbiasa bekerja di alam terbuka. Namun, demi menemukanmu aku nekad mencari sampai ke tempat terakhir kau menunaikan tugas bersama Putra.

 

Tepat pada saat pancaran matahari tepat di atas kepala, kami sampai di kota Samarinda setelah menempuh dua jam lebih dari Balikpapan. Perjalanan belum usai kami harus menempuh kurang lebih 314 kilometer untuk mencapai Ujoh Bilang Ibu Kota Kabupaten Mahakam Ulu. Butuh dua hari untuk sampai di kabupaten termuda di Bumi Etam. Kami mencari penginapan, mengumpulkan tenaga dan pikiran untuk perjalanan besok. Rencana menggunakan transportasi sungai, menumpang longboat yang akrab dikenal dengan istilah taksi air.

 

Sebenarnya bisa saja kami menggunakan jalur udara, tetapi tidak ada jaminan bisa cepat berangkat karena jam terbangnya hanya tiga kali seminggu dari Samarinda serta minimnya kapasitas penumpang yang dibatasi, itu pun tidak sampai langsung ke Ujoh Bilang sekitar lima sampai enam jam perjalanan lagi menggunakan speedboat.

 

Bertolak dari Dermaga Sungai Kunjang sekitar pukul tujuh pagi, dengan menaiki KM Dayak Lestari, berukuran sekitar 25x6 meter, haluan taksi air perlahan membelah ombak Sungai Mahakam yang cukup tenang, padahal hujan tadi malam mengguyur. Menyusuri pinggiran sungai, satu per satu kampung yang ada di tepi sungai dilewati. Pesona dan keindahan alam hulu Mahakam yang masih didominasi hutan lebat seakan menjadi penyejuk suasana selama perjalanan. Para penumpang tidak ada yang mabuk kecuali aku, mereka menikmati suasana perjalanan, berbanding terbalik denganku, cukup kepayahan dengan rasa yang menyiksa ini.

 

 

Akankah aku menemukanmu di sini, Nay?



Oleh Neng Sri

 

No comments:

Post a Comment